Udara yang kering menyambut saya dan sahabat inindonesiaku.com saat menyusuri Jalan Slamet Riyadi, Kota Solo.

Siang itu terik mentari begitu menyengat. Seolah hendak berkenalan dan menunjukkan kekuatannya dalam menyinari kota terbesar kedua di Jawa Tengah ini.

Buat saya yang terbiasa dengan hawa sejuk Kota Bandung tentunya agak kaget dengan suhu di atas 30 derajat.

Menembus kulit dan membuat gerah. Namun demikian, suasana kota yang ramah justru mengundang saya untuk terus menyusurinya, menggali keindahan budaya dan tentu saja, kulinernya.

Naik BST ke PGS

Kali ini tujuan saya adalah, Keraton Surakarta Hadiningrat. Oleh seorang warga saya disarankan untuk mencoba naik BST.

BST sendiri merupakan singkatan dari Batik Solo Trans. Kalau di Jakarta akrab dengan sebutan Trans Jakarta.

BST dapat dikatakan modal transportasi yang menurut saya sangat nyaman. Kondisi busnya masih mulus, dengan motif Batik Solo yang memikat mata.

Tak ketinggalan, awak bus yang ramah dalam melayani penumpang.

Cukup dengan tiga ribu rupiah, saya sudah bisa naik bus yang mengantarkan saya ke halte Pusat Grosir Solo, atau orang Solo menyebutnya dengan PGS.

Berjalan kaki dari PGS

Puluhan tukang becak langsung menawarkan diri untuk mengantar ke Keraton atau ke pasar Klewer.

Saya pun menggeleng sambil tersenyum. Untuk orang yang sedang menikmati kota, jalan kaki adalah pilihan yang paling menyenangkan.

Saya mulai menyusuri jalan di belakang PGS, gerbang pohon besar di sisi kanan dan kiri jalan menyambut dengan senyum sejuk,

memberikan janjinya untuk setia melindungi dari matahari yang sedang berbinar kegirangan.

Waringin Kurung Jayadaru

Sepanjang jalan saya melewati aneka tukang jajanan yang menggugah selera, pasar barang-barang antik, parkiran sepeda ontel, sampai akhirnya memasuki kawasan keraton.

Saya tergelitik untuk memotret pohon beringin besar yang dikelilingi pagar besi, dengan sebuah prasasti di dekatnya.

Prasasti tersebut bertuliskan “Waringin Kurung Jayadaru”. Sebagai orang Jawa tulen, berdasarkan etimologi yang saya hanya menebak,

Waringin artinya Pohon Beringin, sementara Jayadaru berasal dari kata Jaya yang berarti berjaya, dan Ndaru yang maknanya anugrah.

Sehingga dapat disimpulkan, kalau kata Jayadaru mungkin berarti anugrah yang besar.

Entahlah, saya tak tahu pasti misteri apa dibalik Waringin Kurung Jayadaru tersebut, hingga seolah disucikan dan dilindungi sedemikian ketatnya.

Keraton Surakarta Hadiningrat

Begitu meninggalkan Sang Jayadaru, seketika panas terik kembali menyengat kulit. Dari tempat ini, saya melihat gerbang yang tenang, kokoh dan berdiri gagah.

Warna catnya putih, dengan pintu besi bercat biru yang sudah memudar di sana-sini.

Keraton Surakarta Hadiningrat memang sungguh memesona mata, bahkan baru dilihat dari kulitnya saja.

Pendopo besar dengan lantai tegel jaman dahulu makin memberikan kesan klasik. Sejenak, saya seolah sedang melintasi ruang dan waktu.

Dimana keraton ini masih rutin dipergunakan sebagai bangunan pokok kerajaan Surakarta Hadiningrat. Meriam-pun berada di setiap sudut keraton ini.

Satu yang membuat saya tertarik, ada beberapa biduk catur raksasa di tengah pendopo.

Menyusuri keraton

Setelah membayar retribusi, saya mengikuti jalan yang ternyata tembus ke keraton berikutnya.

Bangunan tersebut terpisahkan oleh sebuah jalan. Kondisi jalan itu sempit, namun padat.

Banyak becak, gerobak, sepeda, motor, dan mobil pick-up yang membawa bundelan-bundelan besar berisi batik yang mungkin hendak diperdagangkan di Pasar Klewer.

Sekali lagi bangunan tua berdiri di depan mata. Kondisinya lebih bersih daripada bangunan yang saya singgahi sebelumnya, hanya saja pintunya tertutup.

Sisi menarik lainnya adalah lampu cantel, lampu gantung, dan kursi-kursi kayu di beranda keraton. Unik dan memberikan kesan sangat Surakarta.

Di sebelah beranda ada garasi yang memajang mobil tua, yang konon merupakan mobil pertama dari sang proklamator, Ir. Soekarno.

Jika pengunjung hendak berpose di depan mobil tua itu, harus siapkan biaya 15 ribu rupiah dari kantong sendiri.

Tak terasa waktu cepat berlalu, langkah saya sudah selesai menyusuri Keraton Surakarta Hadiningrat.

Keunikan dan sejarah yang terkandung di dalamnya saya rekam dalam memori, dan berharap semoga nanti dapat kembali lagi ke tempat ini. D

ari batik, bangunan berkarakter klasik dan pernak-pernik yang unik hasil peradaban masa lalu, jalan-jalan di Solo, sampai Keraton Surakarta Hadiningrat dan Misteri “Waringin Kurung Jayadaru”, benar-benar a place to remember.

by Arum Silviani