Damn! I Love Indonesia, Pemenang ke-2 Give Away 3rd Anniversary IDC Community
Ada beberapa momen saat traveling atau dalam kegiatan-kegiatan saya yang lain yang membuat saya begitu sentimentil dengan negeri ini.
Dalam kondisi seperti itu saya terpaksa harus menahan perasaan yang membuncah dalam dada,
kadang terpaksa harus sambil menyeka ujung mata saya yang tiba-tiba basah dan kemudian memaki diri dalam hati sambil mengatakan, “Damn!, I love Indonesia.”
Indonesia itu Hebat
Saya yakin saya tidak sendirian, banyak orang yang mungkin merasa seperti saya. Ada keharuan yang luar biasa yang muncul karena kecintaan yang dalam buat Indonesia.
Ada rasa bangga di dalamnya, bahkan rasa syukur karena terlahir sebagai orang Indonesia.
Sebuah negara kepulauan terbesar yang memiliki 17.480 pulau, merupakan paru-paru dunia dan dijuluki sebagai Mega Biodiversity
karena memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang luar biasa termasuk keberkadaan spesies purba dan langka yang tak dimiliki dunia.
Bagaimana mungkin saya tidak mencintai negeri ini bila di setiap langkah kaki, saya belajar tentang sejarah dan nilai-nilai luhur bangsa seperti yang saya lihat di relief-relief Candi Borobudur atau Prambanan.
Di berbagai penjuru nusantara saya belajar tentang kearifan lokal masyarakatnya, seperti yang saya rasakan saat berkunjung ke pemukiman Suku Badui Dalam di Desa Cibeo.
Belajar tentang kekayaan budaya dan keunikan adat-istiadatnya seperti di Bali, bahkan pakaian, bahasa hingga makanan khas setempat.
Begitu kaya dan beragam hingga rasanya tak cukup kata untuk menggambarkannya.
Itu belum termasuk keindahan alamnya yang luar biasa. Lihatlah lautan yang luas membentang dengan keindahan bawah lautnya di Raja Ampat.
Lihat juga pantai-pantai yang indah dengan gradasi biru permukaan air laut yang berpadu dengan pasir putih nan lembut membelai jemari kaki di sepanjang pesisir Indonesia.
Jajaran pulau-pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Anambas hingga Labuan Bajo.
Juga gunung, lembah, sawah dan pepohonan nan menghijau, membentang bagai Jamrud Katulistiwa.
Ini Indonesiaku, Tanah Airku
Kita bisa saja skeptis, yang tertulis di atas khan hanya yang bagus-bagusnya saja.
Yang jeleknya mana? Kok gak diungkapkan? Dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia masih ketinggalan jauh.
Kita tidak bisa mengesampingkan fakta itu. Tapi apakah kemudian kita berhenti mencintai negeri ini? Tentu saja tidak!
Saya lahir dan besar di negeri ini, menikah dan berketurunan di negeri ini, bekerja dan berkarya di negeri ini.
Kalaupun masih banyak hal-hal yang harus dibenahi, ya saya terima sebagai satu paket.
Selalu ada dua sisi dalam satu mata uang bukan? Tinggal menentukan, di sisi mana ingin berada. Apakah ingin mengutuk kegelapan, atau menyalakan lilin.
Bahkan harusnya kita bertanya pada diri kita sendiri, untuk segala kesemrawutan yang dikeluhkan di negeri ini, pertanyaannya adalah “saya sudah lakukan apa?”
Menjadi bagian dari masalah atau bagian dari solusi? Atau jangan-jangan kita justru bagian kesemrawutan itu.
Bagian dari orang yang buang sampah sembarangan, yang gak bayar pajak, yang nyogok, yang gak mau antri, yang gak menjaga lingkungan dan cuma bisa protes dan mengeluh.
Perlukah alasan untuk mencintai?
Ternyata sulit bila harus menjawab pertanyaan mengapa saya mencintai Indonesia. Tadinya saya pikir akan banyak alasan untuk mencintai Indonesia.
Beberapa paragraf di atas cukup menggambarkan bahwa negeri ini adalah negeri yang hebat dan layak dicintai.
Namun pertanyaan lanjutannya adalah, apakah kalau negeri ini tak hebat, saya akan berhenti mencintai negeri ini? Ternyata juga tidak. Lalu apa alasan?
Saya mencintai dan bolak-balik jatuh cinta pada Indonesia tanpa punya alasan.
Di berbagai kesempatan baik sebagai pengajar, pejalan atau relawan, perasaaan itu seringkali membuat saya sentimentil pada negeri ini.
Misalnya saat nama saya dipanggil sebagai wakil Indonesia dalam sebuah perhelatan travel blogger dunia di India.
Hati saya bergetar saat MC-nya dengan lantang menyebut kata Indonesia untuk menunjukkan darimana saya berasal.
Langkah saya mantap penuh rasa bangga menuju panggung untuk memberi sambutan dan memperkenalkan Indonesia di mata dunia.
Begitu juga saat saya berdiri dengan khidmat memandang Bendera Merah Putih yang perlahan naik seiring berkumandangnya Lagu Kebangsaan Indonesia Raya di Lereng Pegunungan Tengger, hati saya bergetar.
Apalagi saat saya ikut menyanyikannya dan meresapi syairnya hingga rasa kebangsaanmu itu bangkit membuncahkan dada hingga tak jarang membuat sudut mata basah karenanya.
Saya jadi ingat ketika berkunjung ke Bangkok. Semangat kebangsaan seperti ini yang mungkin ingin selalu dijaga oleh pemerintah Thailand.
Jika kita berpergian ke Bangkok, kita akan mendapati lagu kebangsaan mereka yang dikumandangan sebanyak lima kali sehari di seantero negeri.
Dan kala lagu itu berkumandang, semua orang serta merta harus menghentikan kgiatannya, berdiri dan mendengarkan dengan khidmat.
Bahkan di India, lagu kebangsaan dikumandangkan di bisokop-bisokop sebelum film diputar.
Perasaan cinta pada negeri memang kerap hadir saat kita jauh atau melakukan perjalanan ke luar negeri.
Entah karena kagum atau karena rindu. Bisa jadi karena jauh atau menyadari sesuatu.
Rasa kagum atas keindahan, kemajuan dan keteraturan di negara lain sering menjadi oleh-oleh yang saya bawa pulang untuk dijadikan cerita dan tulisan.
Terbersit harap cerita ini menjadi inspirasi setiap yang mendengar atau membacanya untuk melakukan sesuatu untuk negeri ini.
Tentu saja sesuai dengan latar belakang masing-masing dan sejauh yang mampu ia lakukan.
Saya juga jadi ingat film berjudul Rudy Habibie yang saya tonton beberapa waktu lalu.
Sulit untuk mendapatkan kalimat lugas yang mengatakan apa alasan yang membuat seorang BJ Habibie begitu mencintai Indonesia.
Namun satu hal yang saya catat dan masih terekam dalam benak saya adalah keputusannya untuk pulang dan membangun industri dirgantara di Indonesia.
Bukan perkara mudah, karena itu berarti ia harus berpisah dengan pujaan hatinya Ilona dan melepas kesempatan untuk hidup nyaman dan terjamin sebagai warga negara Jerman.
Jadi rasanya saya juga tak tahu persis alasan untuk mencintai negeri ini,
Tapi kalaupun saya harus tetap menjawab pertanyaan mengapa saya mencintai Indonesia, itu pasti karena darah yang mengalir dalam tubuh saya adalah Darah Indonesia.
Perasaan cinta itu terbentuk dalam tubuh dan pikir saya, lalu mengejewantah dalam kegiatan dan hidup saya.
Sehingga tepatlah apa yang dikatakan oleh Daniel Mananta dalam jargonnya yang terkenal, “Damn! I love Indonesia.”
So…, kemasi pakaianmu, jelajahi negerimu. Mungkin dari situ kamu akan tahu, mengapa kamu mencintai Indonesia
Ke Semarang yuuuk…
by Donna Imelda