Karena Braga Punya Cerita, Sebuah Review Makanan dan Kisah Manis Sejarahnya
Bandung memang kota kuliner. Kafe-kafe bertebaran laiknya jamur di musim hujan, seiring dengan kegemaran orang kota yang suka nongkrong. Setiap sudutnya selalu jadi trending topic di media sosial.
Dari mulai kafe kecil pinggir jalan sampai kafe kelas atas di hotel bintang lima, dipenuhi orang yang entah penasaran, lapar, atau memang butuh nongkrong di kafe.
Selain itu, gemerlapnya Bandung juga makin diramaikan dengan pengunjung dari luar kota yang seneng duduk-duduk sambil ngobrol kanan kiri.
Ada dampak bagai dua sisi mata uang disini. Pertama, kota Bandung makin ramai tentunya, semakin banyak wisatawan yang datang sehingga pundi-pundi uang kota Bandung pun terisi selalu.
Tapi di lain sisi, mencari ketenangan di kota Bandung kian sulit rasanya.
Braga
Tapi…di waktu tertentu, adakalanya kita bisa menikmati ketenangan di kota Bandung. Kawasan Jalan Braga, misalnya. Belum sah ke Bandung kalau belum menyambangi Jalan Braga.
Ibaratnya, jalan ini adalah Malioboronya Yogyakarta, Simpang Limanya Semarang, Slamet Riyadinya Solo, atau Karebosinya Makassar. Jalan yang selalu membawa Kita ke masa lampau, tempat dimana nostalgia bermuara.
Pelukis jalanan yang tak pernah kehilangan pamornya pun berdiri dengan bangga di sepanjang jalan Braga untuk memamerkan hasil karyanya. Belum lagi toko dan restaurant legendaris seperti Sumber Hidangan, Rasa, dan Braga Permai.
Karena toko dan restaurant legendaris acapkali dibilang “tua” atau hanya pantas dikunjungi oleh orang-orang tua, dimana mereka hidup kala toko dan restaurant tersebut berjaya, maka kali ini saya akan mengajak sahabat IDC untuk singgah di sebuah café yang kekinian dari nama, namun menyimpan segala nostalgia masa lampau di dalamnya.
Braga Punya Cerita.
Bukan, itu bukan judul artikel, melainkan nama café yang saya maksudkan tadi. Braga Punya Cerita berdiri tepat di sebelah Restaurant Legendaris Braga Permai.
Meskipun Café ini terbilang baru dibandingkan café, toko, atau restaurant di sekitarnya, namun café tersebut mengusung tema histori.
Café ini berdiri tepat pada saat peringatan Konferensi Asia Afrika tahun 2015, dimana Sahabat IDC Bandung ikut sibuk sebagai panitia dan volunteer demi kesuksesan acara tersebut.
Begitu masuk café, kita disuguhi foto-foto tempo dulu. Begitupula interiornya yang bertemakan klasik, seperti saat masa jaya Jalan Braga di era kolonial.
Saya dan seorang kawan memilih duduk di ujung ruangan, agar bisa menikmati interior sekaligus tenang tak terganggu orang yang lalu lalang.
Saya memesan nasi ayam kremes pedas, sedangkan teman saya memesan chicken katsu. Selagi menunggu, saya pun membuka-buka sebuah buku saku yang berisi glosarium Bahasa Belanda dan Bahasa Indonesia, juga sejarah Jalan Braga.
Sejarahnya
Dari Glosarium itu, saya tahu bahwa pada awal tahun 1900an, Jalan Braga dikenal sebagai Jalan Pedati.
Dinamakan demikian karena jalan ini menjadi jalur lalu lintas pengangkutan kopi dari Jalan Raya Pos Anyer Panarukan (Nama tempo dulu Jalan Asia Afrika) ke Gedung Kopi (Kini bernama Balaikota Bandung), di masa Politik Tanam Paksa Tahun 1831-1870.
Seiring berjalannya waktu, Jalan Pedati dipenuhi pertokoan yang didominasi oleh butik-butik bergaya Mode Paris. Pada tahun 1930 – 1940an.
Jalan Braga terasa makin lengkap dengan berdirinya Societeit Concordia (Nama tempo dulu Gedung Merdeka) dan Hotel Savoy Homann.
Membaca rangkaian sejarah dalam sebuah buku saku menjadikan waktu berlalu tak terasa, hingga akhirnya makanan kami datang. Saat dicicip, ternyata menu yang saya pilih pedas luar biasa.
Cocok dengan lidah orang Bandung yang memang sangat mencintai masakan pedas. Tapi tidak dengan saya yang level pedasnya pas-pasan, saya pun tak sanggup menghabiskannya.
Untuk rasa, saya berikan nilai 3 dari 5 point. Karena memang rasanya sederhana dan biasa. Yang tidak biasa adalah konsep cafenya, suasananya, juga sejarah yang terpampang di setiap sudutnya.
Menjadikan Braga Punya Cerita layak dikunjungi, dan didatangi sekali lagi, lagi, dan lagi.
Keunikan lain yang ditampilkan di Braga Punya Cerita adalah pelayanan tematiknya. Jika anda berkunjung hari Rabu, maka anda akan melihat semua karyawan di cafe ini mengenakan pakaian adat Sunda, dan kita akan disapa menggunakan bahasa Sunda.
Hal ini karena Walikota Bandung menetapkan agenda Rebo Nyunda. Selanjutnya, jika anda hadir pada weekend, maka anda akan melihat live music. Jumat menyajikan live music keroncong modern.
Sabtu menyajikan malam akustik romantis, dan Minggu khusus untuk lagu-lagu kenangan.
Nah, kiranya demikian pengalaman saya menjelajahi Braga Punya Cerita. Sebuah Café yang nyaman untuk dinikmati bersama teman, keluarga, atau jika anda ingin duduk diam menikmati nuansa tempo dulu dan sejarah yang termaktub di dalamnya.
Karena Braga Punya Cerita, Sebuah Review Makanan dan Kisah Manis Sejarahnya a place to remember.
by Arum Silviani