Nama Sanghyang Heuleut tiba tiba menjadi tenar dikarenakan postingan gambarnya di Instagram beberapa bulan lalu.
Sanghyang Heuleut merupakan spot baru yang sekarang sedang menjadi perbincangan para pencita alam termasuk sahabat inindonesiaku.com terutama di daerah Jawa Barat,
menjadi salah satu alternative tujuan wisata alam baru baru ini.
Namun untuk menuju ke tempat lokasi tersebut masih minim informasi,
sampai akhirnya temen saya mengajak untuk ikut bersamanya kesana.
Rasa ingin tau tentang tempat tersebut akhirnya membuat saya mengiyakan ajakan temen saya,
meskipun saya harus mengorbankan jatah cuti kerja saya 1 hari, karena akan lebih tenang dan sepi jika perjalanan dilaksanakan bukan saat weekend.
Rute dari Bandung dengan motor
Pada hari kamis jam 9 pagi kami bertiga memulai perjalanan dari Bandung dengan menggunakan dua motor.
Rute yang kami lalui adalah menuju kota Padalarang lalu mengambil arah yang menuju kota Cianjur.
Tidak banyak arus kendaraan yang melintasi rute ini, mungkin karena memang hari biasa.
Setelah memakan waktu kurang lebih 2 jam perjalanan akhirya kami menemukan sebuah plang arah jalan menuju Kawasan PLTA Waduk Saguling.
Kami berhenti dulu sejenak di pertigaan jalan tersebut untuk makan siang mengisi tenaga,
mengingat menurut informasi tidak ada yang menjual makanan di daerah kawasan PLTA Saguling ini.
Setelah selesai makan kami melanjutkan perjalanan dengan memasuki Gerbang Utama berbentuk Gapura .
Saya lupa tepatnya isi tulisan yang tertera di Gapura tersebut yang pasti ada kata kata bertuliskan Saguling 😀 yang merupakan pintu masuk menuju Sanghyang Heuleut, Kolam Alami Berkeliling Bebatuan Purba.
Perjalanan dari Gapura Saguling
Setelah beberapa menit jalan dari Gapura akhirnya Kami masuk kawasan PLTA Saguling yang dijaga oleh sekuriti.
Memasuki kawasan ini berasa masuk suatu wilayah dengan jalan lebar yang turun naik dengan pemandangan bukit menawan.
Sayapun tidak menemukan rumah penduduk di sekitaran kawasan ini.
Setelah sekitar 10 menit kami menemukan plang penunjuk arah Power Pant yang merupakan tanda bahwa Sanghyang Heuleut sudah dekat.
Namun kami sempat kesasar karena belum adanya tanda arah menuju Sanghyang Heuleut,
sampai akhirnya kami berhenti dan bertanya ke seseorang yang bekerja di daerah tersebut.
Biaya masuk
Akhirnya kami menemukan lokasi parkiran untuk menuju lokasi Sanghyang Heuleut.
Tempat parkiran tersebut masih dikelola oleh penduduk lokal. Setelah memarkirkan motor,
kami langsung dihampiri tukang parkir yang memberitahukan arah jalan menuju Sanghyang Heuleut.
Tarif parkir motor dikenakan biaya Rp.5000,- .
Teman saya agak kecewa karena deretan motor di parkiran ternyata penuh yang menandakan lokasi wisata ini pasti ramai pengunjung sementara dia memperkirakan lokasi ini akan sepi di hari biasa.
Tukang Parkir juga sempet bercerita bahwa tempai ini mendadak jadi banyak yang di kunjungi baru sebulan ini.
Bahkan orang lokal yang tinggal di daerah ini belum banyak yang tahu tentang lokasi ini.
Tukang parkir juga mengharapkan supaya kembali ke tempat parkir dari Sanghyang Heuleut paling telat jam 5 sore.
Kami sempet berpikir mungkin parkiran ini tutup jam 5 sore.
Jalur Tracking
Perjalanan dilanjutkan dengan tracking yang menurut informasi memakan waktu selama 1 jam.
Di awal tracking kami melewati 2 pipa sangat besar berada di Kawasan PLTA Waduk Saguling.
Saya sempat dilarang oleh sekuriti di lokasi tersebut untuk mengambil gambar di area ini.
Untungnya dia melarang setelah saya sudah mengambil beberapa gambar.
Setelah melewati kawasan PLTA jalur mulai menyempit masuk kawasan hutan.
Jalur tracking turun naek selebar 1 orang ini sesekali melewati jurang terjal tanpa ada pengaman jadi berharap ekstra hati-hati melewati jalur ini.
Sesekali kami juga melewati kawasan pepohonan yang rimbun. Sampai akhirnya kami mulai melihat batu batu besar bersatu dengan pepohonan yang rindang.
Batu ini tampak sudah berumur ribuan tahun yang lalu dan sayapun berkhayal saya seperti berada di film Indiana Jones bila melewati kawasan ini :D.
Dari jajaran batu purba ini kami menemukan spot pertama yaitu sebuah gua yang dinamakan Sanghyang Poek.
Shanghyang Poek
Mulut gua yang berukuran setinggi sekitar 1 meter ini terkesan mistis kalo kita memasukinya.
Saya sendiri cukup melihat sampai mulut gua saja dan tidak memberanikan diri masuk lebih dalam.
Di lokasi Sanghyang Poek ini juga merupakan semacam tempat transit dari jalur pepohonan rimbun menuju jalur sungai yang dipenuhi dengan bebatuan besar dan semak belukar.
Kami langsung menyeberangi sungai dengan menggunakan batu batu kecil.
Jalur terberat
Tampaknya energi kita mulai digunakan dengan sebaik-baiknya karena ini adalah jalur terberat menuju Sanghyang Heuleut.
Sesekali kita melawati jalur pingir sungai penuh dengan semak belukar, bahkan ada beberapa jalur track yang bercabang dan tidak ada petunjuk arah.
Kami pun harus tetap berkelompok untuk menyusurinya. Jangan sekali-kali meninggalkan atau ketinggalan kelompok bila tidak mau tersesat.
Track lain yang lumayan sulit adalah kami harus melewati bebatuan pinggir sungai yang lumayan terjal dalam tanpa pegangan ataupun tali.
Untuk menginjak batunyapun jika alas kaki kita sudah terkena air akan berasa licin.
Tantangan lainnya adalah kami harus melewati jalur tengah sungai melalui batu-batu besar dikarenakan tidak adanya jalur di pinggir sungai tersebut.
Kami sesekali harus meloncat melewati batu-batu besar tersebut. Setelah selama 1 jam berjalan kami akhirnya menemukan spot yang indah dan berniat untuk beristirahat sejenak.
Teman sayapun sempat men shoot beberapa gambar dari kamera dronenya
sementara saya mengambil beberapa gambar karena indahnya spot ini terasa begitu fresh dengan suasana yang sunyi damai dan tentram.
Perjalanan kami lanjutkan dengan sisa air minum tinggal 2 botol di tangan dengan melewati karakteristik jalur yang sama, bebatuan, semak belukar dan air sungai.
Akhirnya sampai ke lokasi
Waktu menunjukan jam 3 sore yang merupakan moment dimana kami akhirnya sampai juga di lokasi ini.
Perjalanan kami selama kurang lebih 2 jam terbayar sudah.
Sanghyang Heuleut bisa dibilang merupakan sebuah kolam air besar atau danau kecil dengan kedalaman 4-5 meter yang dikelilingi bebatuan purba.
Mitos pada jaman dulu danau ini merupakan tempat permandian para bidadari. Warna danau yang hijau tosca menambah eksotis pemandangan yang saya lihat.
Teman sayapun sudah tak perduli akan banyaknya orang berenang ataupun loncat di area danau tesebut karena terkagum-kagum akan pesona sihir dari Sanghyang Heuluet ini.
3 danau
Ada 3 tingkat danau di Sanghyang Heuleut. Namun yang paling banyak dipakai untuk berenang ataupun main air di tingkatan terakhir.
Dipinggir danau juga terdapat spot yang digunakan untuk terjun bebas dari ketinggian sekitar 7 meter.
Di sekeliling danau menjulang dinding batu dengan patahan patahan yang khas gunung purba diselimuti dengan hutan menandakan tempat yang terpencil jauh dari peradaban.
Sungguh merupakan sebuah ciptaan Tuhan yang berharga kalau kita nikmati.
Leuwi Buleut?
Disela sela istirahat kami, setelah mengambil beberapa gambar foto dan video, salah seorang dari pengunjung menghampiri kami.
Dia langsung menyapa kami dan bercerita kalau dia adalah penduduk lokal sini yang bekerja di PLTA Saguling.
Pemuda yang kami lupa menanyakan namanya siapa ini juga menjelaskan bahwa lokasi ini sebenarnya bukan berama Sanghyang Heuleut.
Penduduk local menamakannya tempat ini Leuwi Buleut.
Lalu Sanghyang Heuleut ada dimana? Dia melanjutkan bahwa Sanghyang Heuleut yang asli masih jauh dari lokasi yang sekarang.
Butuh waktu perjalanan 3 jam menusuri sungai dan batu yang lebih sulit jalurnya.
Bahkan kalau ditelusuri lebih jauh akan mencapai Curug Halimun. Entah kenapa dia bercerita tentang ini ke kami.
Mungkin karena dia pikir kami dari stasiun televisi yang mau meliput tempat ini.
Yang pasti beliau mengingatkan juga untuk jangan lupa membawa kembali bekas sampah sampah dari kami.
Ternyata ada juga penduduk lokal sudah mulai menyadari pentingnya kebersihan suatu tempat yang patut dijaga kelestarian dan keasliannya.
Jangan tinggalkan sampah ya
Jam 3 Sore pun kami mulai kembali ke tempat parkiran. Dan tak lupa kami membawa sampah sampah kami.
Dengan berbekal kantong plastik kami pun sempat mengambil sampah sampah dari orang lain yang tercecer selama jalur perjalannan pulang.
Kami pun sempet berpapasan dengan orang yang baru menuju lokasi.
Saya berpikir jam segini baru menuju lokasi???
Saya baru kepikiran mengapa tukang parkir menyarankan untuk pulang jam 5 sore.
Karena untuk kembali terlalu larut tidak ada penerangan yang mendukung alias gelap gulita dan itu akan mebahayakan kita
Tips ke Sanghyang Heuleut
Ada beberapa tips bila kita akan menuju Sanghyang Heuleut.
- Pertama pakailah sandal gunung karena sebagian besar banyak batu yang akan kita pijak, selain itu juga kita bisa menerobos lewat aliran sungai dangkal dalam keadaan darurat,
- kedua bawa perbekalan logistic terutama air minum yang banyak, karena tidak ada yang berjualan makanan dan minuman di lokasi,
- ketiga bila kalian akan berenang atau main air di sana pastinya bawalah pakaian pengganti dan handuk,
- keempat bila memang kalian baru start di sore hari menuju lokasi bawalah senter yang digunakan perjalanan pulang apabila terlalu malam,
- kelima yang paling penting adalah jangan pergi sendirian karena minim petunjuk arah yang membuat kalian tersesat. Pergilah berkelompok biar lebih aman,
- dan terakhir jangan ke lokasi pada saat musim hujan karena jalur tracking baik itu tanah dan batu akan menjadi sangat licin dan berbahaya.
Sanghyang Heuleut memang salah satu dari kawasan surga tersembunyi peninggalan jaman purba di tanah priangan yang akan selalu terjaga keasliannya apabila kita bisa menjaga kelestarian dan kebersihan.
Sanghyang Heuleut, Kolam Alami Berkeliling Bebatuan Purba, a place to remember.
Selamat tracking
by Yudi Risdianto