Sumba Nusa Tenggara Timur, Keramahan yang Tulus Tanpa Pamrih

Sahabat inindonesiaku.com, terus terang gw mengenal alam Sumba memang di film Pendekar Tongkat Emas, dan waktu nonton film tersebut ngga ada rasa tertarik sedikitpun untuk ngetrip ke Sumba, karena gw pikir alamnya cuma bukit-bukit, dan banyak kemiripan dengan Flores bila datang di musim kemarau. Tetapi ternyata dugaan gw salah. Melihat dalam film sangat berbeda jauh dengan melihat langsung.

Sumba memiliki daya tariknya sendiri dengan bukit-bukitnya. Menanti matahari terbenam diantara bukit-bukit dengan rumput alang-alang warna kecoklatan sama nikmatnya dengan menanti sunset di tepi pantai. Saat matahari mulai condong ke barat, maka rerumputan menjadi seperti permadani keemasan yang terhampar menyelimuti bukit. Suasana yang cenderung sepi di Sumba, dan ketersediaan listrik yang belum sempurna, membuat sinar matahari pada penghujung hari  di Sumba Nusa Tenggara Timur, Keramahan yang Tulus Tanpa Pamrih seolah-olah sebagai cahaya terakhir yang dilihat.

Sumba seperti menyembunyikan keindahan pantai-pantainya. Beberapa pantai harus ditempuh melalui jarak yang cukup jauh dengan kondisi jalan yang terkadang membuat penumpang di dalam mobil tidak dapat duduk dengan tenang.

Di sisi lain, perkampungan adat sejak jaman megalithikum juga menegaskan bahwa masih ada bagian masa lalu pada Sumba. Mungkin bukan karena tidak mengenal kemajuan jaman, tetapi lebih karena tanpa masa lalu maka tidak akan ada Sumba.

Gw pribadi akan menyebut Sumba sebagai Sumba.. daa..daaa. Anak-anak kecil hingga kelas SD akan melambaikan tangan mereka dan mengucapkan daa..daa bila bertemu wisatawan lokal yang menggunakan mobil. Sumba Nusa Tenggara Timur, Keramahan yang Tulus Tanpa Pamrih, a place to remember.

by Daud