Ujung Genteng atau End of The Roof (begitu biasanya saya menyebut nama daerah itu sahabat inindonesiaku.com),
adalah suatu daerah yang berada di Kabupaten Sukabumi, di ujung Pulau Jawa sebelah selatan.
Karena letaknya di ujung pulau maka untuk menjangkau Ujung Genteng memerlukan jarak tempuh yang lumayan lama,
yaitu sekitar 7-8 jam dari Jakarta ataupun dari Bandung dengan jarak tempuh sekitar 230 km.
Dulu saya selalu menolak ketika diajak berkunjung kesana karena jauh tetapi saat ini orang-orang semakin banyak yang berkunjung kesana,
karena daya tarik wisata alamnya yang indah, akan halnya saya yang akhirnya pun penasaran dengan kawasan wisata yang ada di Ujung Genteng ini.
ASAL NAMA UJUNG GENTENG
Menurut informasi dari seorang sahabat yang asli orang sana, nama Ujung Genteng berasal dari Ujung Gunting.
Penamaan ini berdasarkan posisi Ujung Genteng yang berada di ujung salah satu sudut Pulau di Jawa yang berbentuk gunting.
Bagian ujung gunting bawah disebut Ujung Genteng sedangkan bagian ujung gunting atas berada di Ujung Kulon,
(tapi saya perhatiin petanya ngga ngerti juga bentuk guntingnya dari sebelah mana hehe).
JALAN MENUJU UJUNG GENTENG
Ada dua pilihan jalur yang dapat ditempuh untuk ke Ujung Genteng, yaitu melalui pantai Pelabuhan Ratu dan melalui jalur Lengkong.
KE UJUNG GENTENG MELALUI LENGKONG
Saya beserta sahabat memutuskan untuk melalui jalur Lengkong karena menurut informasi jalur melalui pantai Pelabuhan Ratu agak sedikit memutar dan jalanan tidak terlalu bagus.
Kami berangkat dari Bandung sekitar pukul 10 pagi.
Melalui jalur Lengkong ini medan jalan cukup menantang, berbelok-belok serta lebar jalan yang sempit harus membuat supir ekstra hati-hati.
Sepanjang jalan disuguhi pemandangan perkebunan di sisi kiri dan kanan.
Aspal jalan tidak terlalu bagus, jalanan agak berlubang sehingga kecepatan kendaraan hanya berkisar antara 40 sampai 60 km per jam, cukup melelahkan.
HARGA PENGINAPAN
Menjelang maghrib kami baru tiba di Ujung Genteng, kala itu belum ada hotel-hotel seperti layaknya di daerah pantai pada umumnya,
melainkan bungalow-bungalow atau rumah-rumah penduduk yang disewakan kepada pengunjung untuk menginap.
Harga bungalow/rumah penduduk ketika itu berkisar antara Rp150.000-Rp250.000 entahlah harga saat ini.
Pedagang makanan di pinggir pantai pun tidak terlalu banyak, hanya ada beberapa saja. Kami menyewa dua rumah penduduk untuk bermalam.
OMBAK YANG BESAR
Meski termasuk dalam jajaran pantai laut selatan yang terkenal berombak besar,
pantai di Ujung Genteng tidak berbahaya seperti kawasan pantai pelabuhan ratu yang banyak memiliki area berombak besar.
Dan walaupun pantainya menghadap langsung ke laut lepas yaitu Samudera Hindia,
namun ombaknya yang besar tak membahayakan karena ombak besar dari tengah samudera lebih dulu pecah,
karena terhalang gugusan karang laut di depan bibir pantai sehingga wisatawan dapat dengan aman menikmati keindahan pantai di Ujung Genteng.
Jika sedang beruntung malah bisa melihat ikan laut warna-warni yang bersembunyi di sela-sela batu karang.
PANTAI DI UJUNG GENTENG
Di Ujung Genteng ini terdapat tiga pantai yang dapat dinikmati oleh wisatawan.
Pertama adalah Pantai Ombak Tujuh, dinamakan demikian karena katanya jika ada ombak datang dari laut lepas bisa bergelombang sebanyak tujuh tingkat.
Pantai ini sering digunakan untuk berselancar oleh para wisatawan. Saya sendiri belum berkesempatan mengunjungi pantai ini untuk membuktikan jumlah gelombang ombaknya.
Kedua adalah Pantai Cibuaya (yang saya kunjungi), kebanyakan wisatawan berkunjung di pantai ini karena selain mudah ditempuh,
pantai ini terbilang sangat tenang dan aman untuk dinikmati sambil bermain air laut di tepian pantai atau sekedar bersantai hingga menikmati sunset.
Di pantai Cibuaya ini dalam keadaan pasang, gelombang air laut hanya mencapai pangkal paha orang dewasa sementara ketika surut hanya setinggi mata kaki hingga betis.
Ketiga adalah Pantai Pangumbahan, di pantai ini kita bisa melihat langsung penyu hijau.
Jika ingin melihat penyu ini bertelur, harus datang pada tengah malam, karena pada saat itu penyu-penyu ini merapat ke pantai dan mulai menggali lubang untuk bertelur.
Sebagai informasi, ketika penyu-penyu ini bertelur, mereka ada yang ditutupi oleh kain sarung, menurut pengelola penangkaran,
hal itu dilakukan agar supaya penyu tidak merasa terganggu dengan kehadiran wisatawan yang ingin melihat mereka bertelur dan jika merasa terganggu,
penyu-penyu tersebut akan kembali ke laut lepas tanpa bertelur.
Di Pantai Pangumbahan ini juga terdapat penangkaran penyu hijau yang dikelola oleh Pemerintah Daerah.
Penangkaran ini dimaksudkan untuk melestarikan penyu-penyu hijau yang sudah mulai berkurang habitatnya,
karena ada ulah dari pihak yang tidak bertanggung jawab dengan cara memperjualbelikan dan mengkonsumsi telurnya.
Jika kebetulan, kita juga bisa ikut melepas tukik-tukik (anak penyu) ke lautan,
sayangnya ini dilakukan pagi sekali, agak sulit bagi saya untuk bangun pagi kala itu. Ujung Genteng, Menikmati Sunset di Pantai Cibuaya, a place to remember.
by Deasy Damayanti