Wisata Flores, Wae Rebo Desa Adat di Ufuk Timur Indonesia

Setelah menikmati keindahan Kelimutu dan menyapa hangatnya Desa Bena Bajawa, Keesokan harinya kami bangun pagi pagi sekitar jam 6, lalu bersiap siap untuk melanjutkan perjalanan ke Ruteng dan Wae Rebo.

Sebelumnya kami menyantap sarapan pagi dengan pemandangan gunung Inerie. Sungguh hari yang sangat indah dengan pemandangan yang luar biasa indahnya bersama teman teman.

Setelah selesai menyantap sarapan kami bergegas melaju menuju ke Ruteng. Waktu menunjukkan jam 7 pagi, Bang Ronald lupa mengisi bensin kemarin malam jadilah kami mengantri menunggu Pertamina buka. Selama kurang lebih 1 jam kami menunggu akhirnya kami dapat mengisi bensin.

Pukul 9 pagi start dari Bejawa menuju Ruteng ditempuh selama 4 jam untuk mencari sawah berbentuk jaring laba-laba atau yang lebih keren disebut cancar.

Cancar
Perjalanan menuju Wae Rebo

Perjalanan

Sisa perjalanan dari Ruteng menuju Wae Rebo kami habiskan berjam-jam di dalam mobil. Kami lalui jalanan berkelok kelok melalui pegunungan dengan jalan yang sangat kecil dan rusak.

Bisa dibilang perjalanan ini perjalanan offroad karena kami melalui jalanan yang dipenuhi runtuhan batu batu besar yang terjatuh dari atas bukit. Perjalanan ke Wae rebo kami tempuh selama 10 jam dengan melalui berbagai rintangan.

Mulai dari jalanan yang rusak, ban mobil yang gembos karena tertusuk baut. Kami kebingungan mencari warung tambal ban karena waktu itu sudah sangat sore sekitar pukul 6. Akhirnya kami menemukan warung tubles ban mobil.

Beruntung saat itu juga kami bertemu dengan sang senja di ufuk barat Desa Manggarai. Kami pun bertemu dengan salah satu putra Wae Rebo. Saya berbincang sedikit dengannya mengenai apakah boleh kami melanjutkan perjalanan ke desa Wae Rebo di malam hari.

Beliau menyarankan kami untuk bertanya langsung dengan saudaranya Bapak Blasius. Setelah selesai ban mobil ditambal kami melaju menuju penginapan Bapak Blasius.

Namun naas mobil kami menabrak sebuah batu daaaannn akhirnya satu ban mobil robek dan meletus begitu dahsyatnya menbuat kami terkejut dan ketakutan. Di tengah jalan yang gelap dan sepi ban mobil rusak lagi.

Pada waktu tragedi ban meletus untuk yang kedua kalinya, saya merasa jika kami tidak diijinkan untuk mendaki pada larut malam. Kami memutuskan untuk menunda perjalanan ke Desa Wae Rebo dengan bermalam di penginapan sederhana milik Bapak Blasius.

Berhasil mengganti ban mobil yang rusak kami bergegas menuju rumah Bapak Blasius. Bapak Blasius telah menyiapkan makan malam untuk kami dan beberapa kamar tidur untuk bermalam sehari.

Kami menyantap makan malam khas kampong Manggarai nasi jagung, telur dan sayur singkong dan sambal. Selama makan malam berlangsung kami berbincang bincang mengenai desa Wae Rebo.

Bapak Blasius bercerita banyak tentang Wae Rebo. Beliau salah satu putra dari penduduk Wae Rebo yang berhasil mengenalkan desa Wisata Flores, Wae Rebo Desa Adat di Ufuk Timur Indonesia ke masyarakat luas.

Sunrise di pendakian menuju Wae Rebo

Wae Rebo Desa Adat di Ufuk Timur Indonesia

Di Wae rebo terdapat 7 unit rumah warga dimana dalam satu rumah memiliki beberapa ruang untuk tidur dan memasak. Satu KK menempati satu rumah dimana dalam satu ruang disekat dengan sebuah kayu.

Rumah ini sangat unik, berbentuk kerucut dibangun dengan beberapa kayu dan bamboo. Untuk menuju desa ini juga sangat unik dan memerlukan tenaga yang cukup. Perjalanan pendakian selama kurang lebih 3 jam sekali jalan melewati hutan dan tebing.

Untuk menuju ke Desa Wae Rebo selama perjalanan kita dapat mengambil beberapa foto, namun jika sudah memasuki wilayah desa 500 meter dari gerbang desa kita tidak diperbolehkan untuk mengambil foto sebelum meminta ijin dari warga Wae Rebo.

Jadi sebelum memasuki desa pemandu kami membunyikan pentungan yang tertanggal di sebuah gazebo. Pentungan tersebut dibunyikan bertanda ada tamu yang mendatangi Desa Wae Rebo dan warga setempat harus menyambut kami dengan menyajikan kami makanan.

Kami memasuki Desa dan menuju satu rumah yang berada tepat ada diarah utara. Kami bertemu dengan Bapak tertua yang tinggal disana. Bapak tersebut sudah tua berumur sekitar 70 tahun.

Kami dipersilakan duduk dan Bapak Tua memulai ritual doa agar kami pengunjung Wae Rebo diberikan keselamatan dalam perjalanan. Setelah ritual doa selesai kami diperbolehkan untuk mengambil foto.

Kami berpindah ke rumah penjamuan tamu. Di rumah ini kami disajikan pisang dan minuman khas Manggarai Timur. Setelah menyantap jamuan dan berbincang bincang dengan putra Wae Rebo dan beberapa tamu lainnya kami menikmati desa ini dengan mengabadikannya dalam sebuah foto.

Senang dan haru akhirnya perjalanan yang begitu berat menuju Desa Wae Rebo diakhiri dengan udara yang luar biasa segar dan pemandangan yang luar biasa menakjubkan. Saat itu saya merasa di Desa diatas awan.

Desa yang sudah lama saya impikan untuk dikunjungi akhirnya tercapai juga walaupun belum sempat untuk menikmati satu malam di rumah yang unik itu. Mungkin suatu saat jika waktu mengijinkan saya akan kembali lagi ke Desa yang penuh kharisma ini.

Perjalanan menuju Wae Rebo

Terima Kasih Wae Rebo

Setelah puas menikmati Desa Wae Rebo kembalilah kami ke penginapan melanjutkan perjalanan menuju destinasi terakhir yakni Labuan Bajo. Perjalanan menuju Labuan Bajo memakan waktu 8 jam.

Kami memulai perjalanan pukul 1 siang setelah menyantap makan siang bersama dengan rombongan dan Bapak Blasius.

Perjalanan yang sama kami lalui dengan jalanan yang kecil berkelok kelok melewati perbukitan selama 8 jam kami habiskan waktu di dalam mobil. Pukul 8 malam sampailah kami di Labuan bajo dan langsung menuju pasar seafood untuk menyantap makan malam terakhir kami bersama.

Selama dua jam kami menghabiskan waktu makan malam bersama. Rasa kenyang, lelah dan mengantuk menyelimuti tubuh kami.

Yang ingin kami lakukan selanjutnya yakni mandi dan tidur yang pulas karena esok kami harus kembali ke rutinitas sehari hari mencari rejeki untuk perjalanan selanjutnya.  Wisata Flores, Wae Rebo Desa Adat di Ufuk Timur Indonesia, a place to remember.

by Novi Ani

Batas gerbang Wae Rebo