
Wisata Sumba, Mencolek Indah Alamnya
Ini hari kedua kami di kota Tambolaka Sumba Barat Daya, setelah hari pertama Menikmati Sumba dengan putra – putrinya.
Kami bangun dan bergegas untuk bersih bersih karena di hari kedua ini kami melanjutkan perjalanan menjelajah pantai sepuasnya yeaaaahhh!!
Yup, setelah mandi dan menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan kami bergegas menyantap sarapan pagi kami dengan menu nasi goreng dan ayam.
Perjalanan
Tepat pukul 7:30 am kami memulai perjalanan kami ke Danau Waekuri. Kami menempuh waktu kurang lebih 2 jam perjalanan. Selama perjalanan saya menghabiskan waktu dengan tidur di dalam mobil.
Maklum karena kurang tidur, hehehe…. Perjalanan menuju Waekuri, kami melalui jalanan tanah dan berlubang dan masih natural. Kami benar benar hidup di desa yang belum terjamah dan kurang perhatian dari pemerintah.
Dua jam berlalu, sampailah kami di lokasi, Waekuri. Disana kami disambut oleh warga setempat, ada yang berjualan kain sumba, souvenir dan makanan ringan.

Indahmu
Ketika saya melihat danaunya, satu kata yang keluar dari mulut saya “WOW”. Hahaha… ini tempat bisa dibilang keren banget.
Langit yang biru dan warna laut yang kece dengan deburan ombak yang cukup mengerikan. Kami pun melalui jalan setapak yang lumayan sulit dilalui.
Memang benar kata orang perlu jalan yang sulit untuk bertemu sesuatu yang indah. Kami pun mengambil beberapa foto bersama dan setelah puas berfoto ria kami menikmati asinnya danau Waekuri.
Danau dengan air asin ini sungguh indah dengan air yang berwarna hijau tosca dan tenang dan juga tidak terlalu dalam. Jadi untuk yang tidak bisa berenang tidak perlu khawatir.

Pantai Mandorak
Setelah puas menikmati indahnya Waekuri kami beranjak ke tempat selanjutnya yakni pantai Mandorak. Tempatnya tidak terlalu jauh dari Waekuri sekitar 30 menit sampai.
Pantai ini tidak kalah indahnya dengan Waekuri. Pada saat kami akan memasuki wilayah pantai, warga setempat sempat menghalangi kami dengan alasan kami harus membayar uang masuk.
Kami pun, berjanji akan membayar 100.000 rupiah dan mereka mengijinkan kami masuk ke wilayah pantai. Teriknya matahari tepat pukul 12 siang kami menginjakkan kaki di Pantai Mandorak.
Pantai dengan pasir putihnya dan tebing yang tidak terlalu tinggi untuk didaki. Dengan deburan ombak yang sangat besar dan cukup menyeramkan sehingga niat untuk berenangpun diurungkan.
Beberapa teman pun memutuskan untuk berteduh sejenak dibawah pohon dengan duduk di atas kapal yang diparkir di pinggir pantai dengan menyantap makan siang.
Sedangkan saya asyik sendiri menikmati indahnya pantai dengan mengabadikannya dalam foto dan berbincang bincang dengan warga setempat.

Mereka pencuri hati
Ketika saya akan duduk berteduh di sebuah tempat bersama pak sopir, saya melihat anak kecil berjualan kelapa. Lalu, adik saya mengajak saya untuk menyantap kelapa di tengah teriknya matahari.
Langsung saja saya meng-iyakan niatnya. Harga satu buah kelapa 5.000 rupiah, murah sekali bukan?. Saya memesan 1buah dan menikmatinya dengan mengobrol bersama anak anak penjual kelapa.
Saya bertanya nama mereka satu persatu sambil bercanda. Saya bertanya tentang dimana mereka tinggal, apakah mereka sekolah dan dimana mereka sekolah.
Tiba-tiba salah satu anak kecil namanya kalau tidak salah Martha meminta uang, lagi-lagi anak kecil meminta uang. Lalu saya bertanya untuk apa dan katanya untuk membeli buku sekolah. Miris sekali mendengarnya.
Tanpa berpikir panjang saya mengambil 1 lusin buku tulis dengan 1 lusin pulpen untuk mereka ber 6. Ada satu anak kecil namanya Apli, dia anak kecil yang lucu dan malu malu.
Saya menggoda anak itu dengan memanggilnya Abi, hahaha dan dia protes kalau nama nya bukan Abi tapi Apli. Waktu saya memberi mereka buku dan pulpen, si Apli tiba tiba lari pergi sembunyi.
Saya Tanya ke temannya “Apli Mana?”, “Pergi kak. Apli malu”. Kemudian saya menghampiri Apli mengajaknya untuk duduk bersama dan mengambil buku untuk dia.
Ketika saya membujuknya supaya tidak malu lagi, satu kalimat yang keluar dari mulut anak itu. “Kakak, Apli mau sepatu dan tas.”, kata Apli. Sedih hati saya mendengar permintaan anak ini.
Lirih
Tidak terasa mata ini ingin menangis mendengar permintaan seorang anak gadis. “Kakak, hanya bawa buku tulis dan pulpen untuk kamu sebagai hadiah Natal.
Nanti kalau kakak kesini lagi, kakak pasti bawakan sepatu dan tas untuk kamu.” Kata saya. Apli mengangguk dan mau mengambil buku pemberian saya. “Apli, kalau sekolah tidak pakai sepatu?”
Tanya saya. Apli, hanya mengangguk. Dengan rasa bersalah dan kecewa karena niat untuk membawa sepatu belum tersampaikan saya mengusap rambut anak itu.

Kami pun melanjutkan perjalanan menuju pantai lagi pastinya. Yup, selanjutnya kita menuju pantai Bhawana dan Maladok.
Pantai Bhawana dan Maladok
Pantai Bhawana konon katanya pantai terindah di Sumba Barat Daya. Entahlah benar atau tidak. Perjalanan ke pantai ini dari pantai Mandorak cukup jauh, memakan waktu kurang lebih 2 jam.
Perjalanan melalui hutan dan hamparan savanna dengan jalan kecil dan di kanan kiri banyak tumbuhan rumput ilalang.

Setelah dua jam berlalu sampailah kami di wilayah pantai Bhawana. Sesampainya disana, saya bertanya dimana pantainya, karena waktu itu yang saya lihat hanya hutan dengan savanna.
Saya bertanya ke Pak Sopir, “Pak, pantainya mana?”. “Kita perlu trekking sedikit untuk ke pantainya melewati hutan.” Kata Pak Sopir. “Baiklah”, Kataku.
Sebelum trekking ke pantai kami sempat mengambil foto dulu sambil mengumpulkan tenaga untuk trekking turun dan naik tangga yang konon katanya cukup terjal.
Berselang 20 menit kami memulai trekking dengan ditemani 2 orang bapak-bapak penjaga pantai. Memang benar kita harus menuruni beberapa tangga yang cukup terjal untuk dilalui.
Jalan sedikit licin jadi kami harus berhati hati. Setelah setengah perjalanan kami sudah mendengar deburan ombak Bhawana dan akhirnya sampailah kami di bawah dengan pemandangan pantai yang sangat cantik.
Tidak sia sia perjalanan jauh kami dengan lelahnya menuruni tebing.

Pada saat itu matahari bersinar begitu terik diikuti dengan angin dan ombak yang besar. Niat untuk menikmati air laut pun dipendam. Kami hanya menikmati nya dengan foto foto.
Bapak penjaga pantai menyarankan kami untuk tidak terlalu lama tinggal di pantai karena semakin sore air laut akan naik.
Hanya satu jam waktu kami menikmati pantai ini dan kembalilah kami menaiki tebing dengan beberapa anak tangga.
Walaupun tidak banyak tangga namun cukup menghabiskan tenaga karena panasnya matahari mengikuti perjalanan kami.
Perjalanan
Perjalanan pantai dilanjutkan kearah pantai Maladok yang ada di sebelah pantai Bhuwana. Sangat dekat tempat pantai Maladok hanya 20 menit.
Namun, dalam perjalanan di Maladok kami berpapasan dengan segerombolan anak muda yang juga akan menuju ke pantai Maladok dan Bhuwana.
Para anak muda tersebut sangat banyak, mereka ada yang membawa motor dan mobil pick up. Pada saat itu adalah hari raya Natal, jadi mereka setelah beribadah di Gereja mereka menghabiskan waktu ke pantai.
Jalan yang kami lalui sangat sempit dan begitu banyak kendaraan yang membuat Pak Sopir kesulitan untuk melalui jalan tersebut.
Warga yang tidak mau mengalah satu sama lain membuat anak anak muda tersebut berkelahi. Akhirnya mereka saling memukul dan terjadilah perkelahian.
Sangat takut kami pada waktu itu karena saat perkelahian terjadi mobil kami berada di tengah tengah perkelahian.
Kembali
Beruntung ada satu warga yang menolong kami untuk melalui jalanan sempit dan berbalik arahlah kami.
Karena takut dengan situasi di jalan menuju pantai Maladok kami memutuskan untuk mengurungkan diri mengunjungi pantai itu kembali ke Hotel.
Dua hari di Sumba Barat Daya kota Tambolaka bertanda berakhirnya perjalanan kami. Perjalanan ini memberikan cerita tersendiri dari sebagian wilayah di Sumba Nusa Tenggara Timur.
Sumba Barat Daya memiliki ciri khas dalam suasana kota yang sepi dan karakter warga yang sangat keras baik dilihat dari paras dan kehidupannya namun mereka sangat ramah terhadap kami si pengunjung Sumba Barat Daya.
Perjalanan kali ini sangat berkesan bagi saya karena bisa melihat pantai yang benar benar indah dan bertemu dengan anak-anak lucu dan menggemaskan. Wisata Sumba, Mencolek Indah Alamnya, a place to remember.